Rabu, 21 Maret 2012

Tulisanmu-Harimaumu


Kita tahu betapa cepatnya lisan ketika meluncur, bahkan kecepatan berfikir dapat didahului oleh gerakan lidah tak bertulang ini, maka potensi kesalahan bicara akan sangat mungkin terjadi. Terkadang gerakan lisan lebih cepat dari proses berfikir,apalagi ketika emosi, jika sudah keceplosan, maka sulit sekali tuk di rem bahkan ditarik kembali, sedangkan orang lain sudah terlanjur sakit hati.

Namun beda dengan menulis, apa yang akan kita utarakan, apa yang ingin diucapkan dapat kita fikirkan terlebih dahulu ,dirangkai,diedit, dipilih kata-katanya dan menimbang kebenarannya maupun memperkecil kesalahan(jika kita mempunyai sifat hati-hati dan menjaga dari kesalahan).Bagi sebagian orang, menulis merupakan suatu kegiatan yang sangat menyenangkan bahkan dapat menjadi sebuah Profesi yang menjanjikan. Dengan keahlian yang dimiliki, apapun bisa di tuliskan dan tidak sedikit yang menjadi bahan pemikiran baru yang berdampak pada kemajuan dalam berbagai bidang. Namun banyak juga yang luput dari kewaspadaan dan perhatian seorang penulis dalam menulis.

Sebagai seorang Penulis dan seorang Muslim, Sudah seharusnya orientasi kita dalam menulis dan nilai-nilai yang dijadikan bahan harus yang bermanfaat dan sesuai dengan aturan-aturan agama, baru setelah itu menuju ke nilai  kreatifitas. Namun di sisi lain, kita hidup tak terlepas dari norma sosial, agama maupun hukum yang berlaku dalam suatu negri. Maka terkadang timbul kerancuan untuk menyatukan antara satu dengan lainnya. Tak jarang suatu tulisan bisa saling berbenturan dalam menerapkan nilai-nilai di dalamnya, namun, tergantung lebih kuat mana seseorang menjunjung nilai pada salah satunya.

Dalam islam semua aspek kehidupan tak dapat di pisah-pisahkan dari aturan agama, smua harus mengacu dan ber orientasi pada kebenaran mutlak hukum agama. Apapun profesi dan pemikirannya harus mempunyai dasar atas hukum yang berlaku, karna dalam islam sendiri adalah aturan hidup dan cara berfikir yang sudah terkonsep dengan baik. Seorang muslim adalah orang yang berserah diri dan ikhlas dgn kesadaran penuh di bawah peraturan hukum agama dan tak ada tawar menawar di dalamya, karena itulah konsekwensi bagi seseorang yang sudah memilih untuk beragama islam. Inilah yang menjamin seorang muslim mendapat keselamatan, yaitu tunduk atas segala larangan dan perintah.

Seorang penulis, penulis apa saja dari penulis terkenal maupun seorang penulis dinding jejaring sosial, baiknya harus mempunyai landasan agama dalam menyampaikan. Menulis juga seperti berbicara, yang efeknya dapat langsung mengena kepada pembaca, bahkan impactnya lebih kuat dan lebih cepat menyebar. Bayangkan jika saja satu kata ajakan keburukan atau satu fitnah terlontar lalu menyebar dan dibaca oleh ratusan bahkan ribuan orang, lalu dari hari terus makin bertambah dan bertambah,dan mereka terus mengikuti seperti apa yg kita tuliskan, maukah kita menanggung dosanya tanpa mengurangi sedikitpun perbuatan buruk orang lain akibat ajakan dari kita?

Jika ajakannya kepada kebaikan maupun hal yg bermanfaat, tentu itu suatu keuntungan buat kita, namun jika sebaliknya? .Ini akan seperti efek mata rantai yang saling terkait satu sama lain dan tentunya jika rantai digantungkan, bagian rantai teratas akan menahan beban yang akan lebih berat dan menanggung smua beban yg ada dibawahnya.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”.(Muslim. dalam kitab shahihnya no 2674)

Berhati-hatilah dalam menulis, menulis novel cinta, artikel, opini maupun buah pemikiran, hendaknya jika kita seorang muslim, sudah menjadi keharusan untuk mengikuti aturan-aturan agama tanpa melanggar hal yg dilarang namun nilai kreatifitas itu sendiri bisa tetap kita jaga, sehingga keberuntungan dan keselamatan akan kita dapatkan. sabda Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diredhai ALLAH SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh ALLAH SWT keredhaan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat.Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadis hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Soo,,mari kita menulis dan bicara yang baik-baik saja, jika pun ingin membantah dan menyangkal kesalahan orang lain, gunakanlah cara yang elegan dan efektive, tak usah serampangan seperti mau timpukin rambutan tetangga sebelah agarjatuh, tapi daunnya berhamburan, pohonnya rusak dan genting orang pada pecah! Hadeuhh…Astaghfirullah..
firman Allah swt: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl:125)

Alangkah baiknya jika kita meninjau kembali apa-apa saja yang sudah maupun yang akan kita tuliskan, usahakan apa-apa saja yang kita sampaikan tidak bertentangan dengan nilai-nilai tertinggi dalam kehidupan,yaitu Islam. Minimal ini untuk kebaikan diri sendiri, karna jika sebuah tulisan atau kata meluncur tanpa kendali, resikonya bisa celaka, bahkan babak belur, plus berdosa karena kejahilan dan kebodohan kita.

“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.”
(HR Bukhari Muslim)
Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar